Tawuran antar pelajar selalu menjadi agenda perbincangan
setiap tahunnya, masalah ini bukan perkara baru, dan jangan dianggap perkara
yang remeh. Padahal kalau kita kaji masalah tawuran antar pelajar akan membawa
dampak panjang, bukan hanya bagi pelajar yang terlibat, namun juga untuk
keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Tawuran antara pelajar saat ini sudah menjadi
masalah yang sangat mengganggu ketertiban dan keamanan lingkungan di
sekitarnya. Saat ini, tawuran antar pelajar sekolah tidak hanya terjadi di
lingkungan atau sekitar sekolah saja, namun terjadi di jalan-jalan umum, tak
jarang terjadi pengrusakan fasilitas publik. Penyimpangan pelajar ini
menyebabkan pihak sekolah, guru dan masyarakat yang melihat pasti dibuat
bingung dan takut bagaimana untuk mererainya, sampai akhirnya melibatkan pihak
kepolisian.
Hal ini tampak beralasan karena senjata yang
biasa dibawa oleh pelajar-pelajar yang dipakai pada saat tawuran bukan senjata
biasa. Bukan lagi mengandalkan keterampilan tangan, tinju satu lawan satu.
Sekarang, tawuran sudah menggunakan alat bantu, seperti benda yang ada di
sekeliling (batu dan kayu) mereka juga memakai senjata tajam layaknya film
action di layar lebar dengan senjata yang bisa merenggut nyawa seseorang.
Contohnya, samurai, besi bergerigi yang sengaja dipasang di sabuk, pisau, besi.
Penyimpangan seperti tawuran antar pelajar,
menjadi kerusuhan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang tidak bisa disebut
sebagai kenakalan remaja, namun sudah menjadi tindakan kriminal. Yang menjadi
pertanyaan, adalah bagaimana bisa seorang pelajar tega melakukan tindakan yang
ekstrem sampai menyebabkan hilangnya nyawa pelajar lain hanya karena masalah-masalah
kecil?
Tawuran antar pelajar bisa terjadi antar
pelajar sesama satu sekolah, ini biasanya dipicu permasalahan kelompok,
cenderung akibat pola berkelompok yang menyebabkan pengkelompokkan berdasarkan
hal-hal tertentu. Misalnya, kelompok anak-anak nakal, kelompok kutu buku,
kelompok anak-anak kantin, pengkelompokan tersebut lebih akrab dengan sebutan
Gank. Namun, ada juga tawuran antar pelajar yang terjadi antara dua kelompok
beda sekolah.
DAMPAK PERKELAHIAN PELAJAR
Jelas
bahwa perkelahian pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat
kategori dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan
keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif
pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum
seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca
toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir,
mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya
penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang
lain. Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif
untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja
agar tujuannya tercapai. Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi
jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya tawuran :
1.
Faktor internal. Remaja
yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi
lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman
pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang
makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan
pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang
mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan
dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah,
menyalahkan orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan
cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi,
ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi
yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan
rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga. Rumah tangga yang
dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak
pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian
dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan
identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirnya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
3. Faktor sekolah. Sekolah pertama-tama
bukan dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu.
Tetapi sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya.
Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar
(misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan
pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa
lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru
setelah itu masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling
penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan,
serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan
(walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor lingkungan. Lingkungan di antara
rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap
munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan
anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula
sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan
kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja
untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang
berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
Maka sikap optimis dan kepercayaan lah terhadap pelajar
perlu ditumbuhkan kembali, sehingga suatu saat kita tidak akan mendengar lagi
berita atau kabar mengenai kejadian tawuran antar pelajar di negeri kita ini,
yang ada kita bangsa Indonesia dipenuhi kabar berita tentang pelajar-pelajar
yang produktif, kritis, mampu menjadi juara dalam berbagai bidang, baik berupa
kompetisi pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
Sudah saatnya generasi muda membuktikan
potensi dalam dirinya, dan sudah menjadi tugas kewajiban orang tua, sekolah,
masyarakat dan pihak-pihak yang terkait untuk mencegah terjadinya bentuk-bentuk
penyelewengan pelajar, terutama permasalahan yang membuat was-was menjadi
sebuah tindakan kriminal, tawuran antar pelajar
SUMBER: WWW.ANNEAHIRA.COM